Selasa, 31 Juli 2012

CONSTRUCTION METHOD SURAMADU PROJECT APPROACH BRIDGE




Hamdi M*)

A. Pendahuluan

Jembatan Suramadu menghubungkan antara kota Surabaya di Pulau Jawa dan kota Bangkalan di Pulau Madura. Keberadaan jembatan ini akan memperlancar lalu lintas barang dan jasa. Jembatan sepanjang 5,4 kilometer itu menjadi ikon perubahan bagi Madura. Proyek ini diharapkan dapat mengukir sejarah baru dalam perkembangan transportasi di Indonesia karena untuk pertama kalinya dibangun jembatan yang menghubungkan antar dua pulau, sekaligus menjadi jembatan terpanjang di Indonesia.
Konstruksi Jembatan Suramadu terdiri dari 3 bagian, yaitu causeway, approach bridge dan main bridge. Dari total panjang jembatan sejauh 5.438 m terdiri dari causeway sisi Surabaya 1.458 m, causeway sisi Madura 1.818 m. Bentang tengah panjang keseluruhan mencapai 2.162 m terdiri dari dua approach bridge masing-masing 672 m dan main bridge sepanjang 818 m. Panjang jalan pendekat di sisi Surabaya mencapai 4,35 km dan di sisi Madura 11,50 km.
Approach bridge yang konstruksinya merupakan continuous prestressed box girder adalah bagian dari jembatan Suramadu sebagai penghubung antara causeway dengan jembatan cable (main bridge), dan terdiri dari dua bagian yaitu sisi Surabaya dan sisi Madura yang masing-masing mempunyai geometri yang sama (simetris).
Pembangunan Approach bridge  Suramadu dilaksanakan oleh Consortium of Indonesia Contractor (CIC) yang merupakan gabungan dari beberapa kontraktor, yaitu PT. Adi Karya, PT. Waskita Karya, PT. Hutama Karya, dan PT. Wijaya Karya. Pada pekerjaan Approach Bridge Suaramadu, Teknik pelaksanaan pekerjaan yang akan dibahas adalah  :
§            1) Bored Pile Formwork   
           2) Form Traveler For Concreting Box Girder.

 B. Suramadu Project Approach Bridge Detail
 
Gbr 1 . Gambar Detail Approach Bridge Suramadu 

  • Length Approach Bridge on the Surabaya         : 672 m
  • Length Approach Bridge on the Madura             : 672 m
  • Length Cable Stay Bridge                                     : 818 m


 
C. Construction Methode (Teknik Pelaksanaan)

1)    Bored Pile Formwork 
 
1)    Bored Pile Formwork
     Pekerjaan Bored Pile Formwork, antaranya dalah :
           a.    Pondasi Bored Pile
Untuk mengurangi pekerjaan di laut beberapa persiapan seperti perakitan rebar, dilakukan di stock yard. Penyiapan bahan baku untuk beton dan casing pipa dilakukan di stock yard Gresik sedangkan untuk semen SBC dilakukan di dermaga Gresik. Peralatan bor dipersiapkan di atas ontoon yang meliputi peralatan driving casing dan drilling.
Tahap-tahap pekerjaan yang dilakukan pada saat driving casing adalah :
o   Pemasangan jacking pontoon pada saat tiba dilokasi pengeboran agar tidak terjadi pergerakan pada saat dilakukan pengeboran dan pemancangan.
o   Pengeboran casing pipa berdiameter 2250 mm dengan tebal minimum 20 mm, digunakan bore pile berdiameter 2200 mm dengan tujuan ontoo ruang dan toleransi bagi mesin bor pada waktu pekerjaan pengeboran.
o   Pemasangan vibratory hamer di atas pipa, dilakukan pada saat casing pipa sudah berada di posisinya.
o   Pemasangan casing pipa sampai pada kedalaman kurang lebih 30 meter.

               Pekerjaan pengeboran dengan metode RCD (Reserved Circular Drill), dilakukan setelah pemancangan casing pipa selesai. Mesin bor diletakkan di atas casing terpasang. Pekerjaan pengeboran dilakukan sampai pada kedalaman kurang lebih 45 meter dari permukaan pile. Persyaratan toleransi yang ditentukan yaitu 20 mm per meter panjang lubang bor yang tidak tertutup casing. Diameter Lubang dalam segala arah tidak boleh melebihi 5 persen dari diameter yang ditentukan. Lumpur hasil pengeboran diletakkan di disposal ontoon dan dibuang di tempat yang sudah ditentukan sejauh 5 km dari lokasi pekerjaan.
              Persiapan untuk proses pengecoran dimulai dari pengangkutan raw material dari stock yard menuju ke dermaga dengan menggunakan dump truck. Raw material dan semen SBC akan diangkut dengan menggunakan feeder ontoon menuju lokasi pengeboran. Pemasangan rebar dilakukan setelah lubang bor dibersihkan. Penyambungan antar segmen dilakukan dengan menggunakan mekanikal kopler. Untuk pembentukan suatu gaya tulangan yang utuh jumlah sambungan pada satu potongan yang sama tidak boleh lebih dari setengah jumlah rebar yang terpasang. Metode yang digunakan untuk pengecoran dibawah air adalah dengan menggunakan Tremix Pipe. Beton harus mempunyai kekuatan yang cukup dan nilai slump dijaga pada 18-22 cm. Beton yang digunakan pada pekerjaan bore pile ini adalah beton k-300.


 
Adapun urutan pekerjaan dari bore pile adalah seperti gambar berikut :



 b.  Pekerjaan V Pier
                 Pada review desain Pier 42 dan Pier 45 berbentuk V, V - Pier merupakan rigid frame dan mempunyai panjang deck longitudinal sepanjang 32 m. V - pier digunakan sebagai tumpuan balance cantilever approach bridge dan cable stay Main Span, karena itu pekerjaan V - Pier menjadi pekerjaan yang krusial.


c.    Pier Table
               Tahap- tahap pekerjaan pier table adalah pemasangan concrete box bagian bawah rencana Pier table pemasangan horisontal IWF suport dan vertikal IWF support pemasangan side formwork, inner formwork dan bottom formwork. Side formwork akan didukung steel trust sedangkan inner formwork akan didukung oleh portal bracing. Formwork frame dibentuk dari berbagai kombinasi bentuk baja dan plat. Pekerjaan pemotongan dan pembengkokan rebar akan dilakukan di stock yard sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan. Proses finalisasi perakitan dilakukan dilokasi pekerjaan. Pengecoran pier table dilakukan dalam dua kali pengecoran, bottom slab dan sebagian web akan dicor terlebih dahulu sedangkan top slab dan sebagian web sisanya akan dicor pada pengecoran ke dua. Pekerjaan stressing vertikal akan dilakukan setelah pekerjaan pier table memenuhi kekuatan yang dipersyaratkan.


d.   Pier Cap dan Pier Work
               Seluruh persiapan untuk pekerjaan form work dilakukan di stock yard, balok IWF steel plat dan balok kayu dipindahkan dari stock yard ke ponton material pembuatan form work untuk pile cap diangkut dari dermaga Gresik menuju lokasi pile cap dengan menggunakan ponton form work ponton. Seluruh bahan penyusun beton dibawa menuju ke ponton baching plan.
     
      Tahap - tahap pekerjaan pembuatan form work pile cap adalah :
    
a)   Pemasangan steel plat yg diklem yg digunakan sebagai dudukan steel support. Pemasangan balok penyangga searah longitudinal balok jembatan dan balok penyangga arah transversal jembatan sebagai penerus beban dari balok penyangga dengan baja IWF.
b)    Pemasangan balok bottom formwork dan multiplek. skirting panel dipersiapkan selain sebagai bagian dari pile cap juga digunakan sebagai side form work.
c)    Skirting panel merupakan segmental precast concrete. pemasangan rebar dilakukan setelah proses instalasi botom dan side form work selesai perangkaian rebar dari semi finis menjadi fix di lokasi pekerjaan pile cap.
d)    Rebar pertama dipasang untuk pengecoran beton pertama setinggi 0.5 meter.
e)    Setelah beton cukup kuat pemasangan rebar dilanjutkan ke tahap berikutnya. Penulangan beton pertama setinggi 0.5 meter, dilakukan setelah bottom form work, side form work dan rebar terpasang. Beton setinggi 0.5 meter selain digunakan sebagai penahan untuk tahap pengecoran selanjutnya juga, digunakan sebagai tumpuan pemasangan skirting panel.
f)     Metode pengecoran beton yang digunakan adalah dengan menggunakan pipa. Saat pengecoran, beton tidak boleh dijatuhkan dari ketinggian lebih dari 150 cm. Pemasangan climbing form dimulai dari pemasangan bottom formwork dilanjutkan side formwork pada keempat sisi.
g)    Setelah beton mencapai kekuatan yang dipersyaratkan climbing form dapat dipindahkan ke segment selanjutnya. pekerjaan ter-sebut diulang sampai pada tinggi pier yg ditentukan. Penempatan rebar dilakukan beriringan langkah demi langkah dengan proses form work dan pengecoran setelah form work terpasang. Pekerjaan tahap pertama rebar dilanjutkan dengan pekerjaan pengecoran. Begitu seterusnya hingga ketinggian yang ditentukan. Pengecoran beton untuk pier dilakukan dalam beberapa tahap tergantung pada ketinggian pier. 
h)   http://dc136.4shared.com/doc/mDgZX7N6/preview_html_623c0e0a.jpgTinggi pengecoran maksimum dengan menggunakan climbing form adalah 4 meter. Pengecoran pertama dilakukan setinggi 50 cm. pengecoran selanjutnya dilakukan dengan tinggi yang bervariasi begitu seterusnya sampai pada ketinggian yang ditentukan.

  

             

      2) Form Traveler For Concreting Box Girder

Sesuai untuk kebutuhan bentang panjang, maka dipilihlah metode balance cantilever. Metode ini cocok dilakukan untuk pekerjaan di laut dengan bentang 120 meter. Metode pengecoran box girder adalah menggunakan form traveller, yang terdiri dari sistem trust stimuler utama, sistem bottom basket, sistem suspensi, sistem form work, sistem anchoring dan sistem gerak. 
Sistem form work terdiri dari side formwork, inner form work dan diafragma formwork. Formwork siap digunakan setelah seluruh kegiatan perangkaian selesai. Proses semifinish rebar dilakukan di stockyard dan proses finalisasi rebar dilakukan di lokasi pekerjaan. Penempatan rebar dilakukan beriringan langkah demi langkah dengan proses formwork dan pengecoran. Proses penempatan rebar dilakukan setelah formwork terpasang. 
Pengecoran segmental box girder yang akan digunakan adalah pengecoran cast insitu. Pengecoran rebar dilakukan setelah rebar dan duct terpasang dengan baik. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan concrete pump dengan bantuan pipa. Pekerjaan stressing adalah pekerjaan yang sangat penting untuk pekerjaan bentang panjang yang kontinu.


 
 
               Tahap-Tahap Pekerjaan pada Concreate Box Girder adalah :

        a.    Penggunaan Balok PCI Girder

Struktur atas causeway Proyek Jembatan Suramadu menggunakan balok PCI Girder berkekuatan beton K-500, dengan panjang 40 meter, yang terbagi menjadi 7 segmen. Pembagian ini mengingat kondisi lapangan yang tidak memungkinkan, untuk memindahkan balok PCI Girder tersebut secara utuh --sesuai panjang bentang--, dari lokasi pembuatan (pabrik) ke lokasi pemasangan. Selanjutnya dilakukan post tension dengan menggabungkan beberapa segmen balok untuk kemudian disatukan dengan menggunakan perekat dan ditegangkan (stressing).

       b.    Stressing Girder

Hal penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan PCI Girder ini adalah elevasi stressing bed. Lokasi post tensioning harus diusahakan sedatar mungkin agar tidak menyebabkan girder mengalami perpindahan dalam arah lateral. Setelah itu ketujuh segmen balok girder yang telah menjadi satu kesatuan, dijajarkan sesuai bagiannya. Sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu perletakan sementara untuk masing-masing segmen. Di bagian ujung pertemuan harus diberi oli atau pelumas agar balok dapat bergerak mengimbangi gaya pratekan yang diberikan.Kabel strand dipotong sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Pemotongan diusahakan seminimal mungkin agar tidak ada kabel yang terbuang. Berikutnya kabel strand dimasukkan ke dalam duct secara manual pada tiap-tiap tendon sesuai dengan perencanaan. Lalu di pasang pengunci kabel strand di ujung kabel. Penegangan (stressing) dilakukan sampai tegangan 8.000 Psi dengan dilakukan pengontrol tegangan dan perpanjangan kabel. Pencatatan dilakukan pada setiap kenaikan tegangan 1.000-2.000Psi. Dan hasilnya dibandingkan dengan perhitungan teoritis yang dilakukan sebelum penarikan.


      c. Stressing Girder

Metode pelaksanaan pemasangan PCI Girder untuk sisi Surabaya dan Madura memiliki perbedaan. Hal ini disebabkan karena perbedaan kondisi setempat. Di sisi Madura, kedalaman laut relatif dalam dan tidak terpengaruh adanya pasang-surut air laut. Sedangkan di sisi Surabaya, kondisi laut cukup dangkal dan sangat terpengaruh pasang-surut. Hal ini menyebabkan sistem yang digunakan berbeda. Di sisi Surabaya digunakan metode 'kura-kura' atau roller , sedangkan di sisi Madura Menggunakan crane.
Panjang PCI Girder setelah terangkai adalah 40 meter, dengan tinggi 2,1 meter, dan berat 80 ton. PCI Girder tersebut didesain untuk hanya menerima beban vertikal dan tidak untuk menerima beban horisontal. Hal ini menyebabkan proses pengangkutan PCI Girder tersebut dari lokasi penyimpanan (stockyard) sampai ke lokasi pemasangan harus dibuat sedatar dan selurus mungkin. Ini untuk menghindarkan terjadinya gaya horisontal akibat gerakan truk yang berlebihan yang dapat menyebabkan balok girder patah.
Tahapan pemindahan girder dimulai dengan pengangkatan menggunakan dua crane dan diletakkan pada boogy . Girder tersebut kemudian diangkut dengan boogy ke masingmasing pier. Proses selanjutnya adalah pemindahan dari boogy ke pile cap yang dilaksanakan dengan metode yang berbeda antara sisi Surabaya dan sisi Madura.
 


*) Mahasiswa Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Sipil Minat Manajement Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Brawijaya angk. 2011

**) Tugas Matakuliah Teknik Pelaksanaan, 
      Referensi : 
      1. Sucipto Bangun : Optimasi Infrastruktur (Value Engineering, Inovasi, & Akselerasi Konstruksi untuk Efiseiensi Waktu Proyek), 2008. PT. PP Persero, Save-I.com, Jakarta
      2. Sumber lainnya dari berbagai Sumber.













SELINTAS TTG : SURAMADU APPROACH BRIDGE PROJECT, EAST JAVA

Hamdi M*) 




A.    Bored Pilling Works
  • Diameter : 1,800 mm
  • Depth : 80 – 90 m
  • Total Quantity : 10,000 m
Jembatan Suramadu menghubungkan antara kota Surabaya di Pulau Jawa dan kota Bangkalan di Pulau Madura. Keberadaan jembatan ini akan memperlancar lalu lintas barang dan jasa. Jembatan sepanjang 5,4 kilometer itu menjadi ikon perubahan bagi Madura. Proyek ini kelak diharapkan dapat mengukir sejarah baru dalam perkembangan transportasi di Indonesia karena untuk pertama kalinya dibangun jembatan yang menghubungkan antar dua pulau, sekaligus menjadi jembatan terpanjang di Indonesia.

Pembangunan Jembatan Suramadu tidak hanya sekedar membangun jembatannya saja tetapi yang lebih penting adalah meningkatkan perekonomian Madura yang tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain di Jawa Timur.

Proyek Pembangunan Jembatan Suramadu dilaksanakan melalui Paket Proyek Pembangunan Causeway dan Jalan Pendekat masing-masing pada Sisi Surabaya dan Sisi Madura, dengan nilai kontrak keseluruhan sekitar Rp. 296 Milyar yang dilaksanakan secara multi years pada Tahun Anggaran 2003/2004.

Sampai dengan pelaksanaan Mei 2004 prestasi kemajuan fisik pekerjaan dalam lingkup kontrak multi years 2003?2004 telah mencapai 74,85 % untuk Sisi Surabaya dan 85.95 % untuk sisi Madura terhadap nilai kontrak Tahun Anggaran 2003?2004.

Pada minggu keempat bulan Mei 2004, pekerjaan pemancangan pada sisi Surabaya telah mencapai Pier ke 13, Sementara pekerjaan beton telah dilaksanakan pada satu abutment dan 6 pile cap. Sedang untuk sisi Madura pemancangan telah menyelesaikan 12 pier, dan pekerjaan beton dilaksanakan pada 1 abutment dan 7 pier.

Pekerjaan pemasangan 16 buah Girder (Post-Tension) pada setiap bentang telah diselesaikan 4 bentang pada sisi Surabaya dan 6 bentang pada sisi Madura. Pekerjaan bangunan atas selanjutnya berupa pema-sangan diafragma, dek slab telah dilaksanakan. Sedangkan untuk pengecoran plat lantai saat ini untuk sisi Surabaya juga telah dilaksanakan dan sudah mencapai bentang 4, dan untuk sisi Madura mencapai bentang 3.
Pekerjaan bentang tengah juga akan segera dilaksanakan. Dimana saat ini sedang dalam proses pra-kontrak yang meliputi Approach Bridge dan Main Spain Bridge.


B.     URAIAN PEKERJAAN / SCOPE OF WORKS
  • Drainage
  • Asphalt Pavement
  • Bore Pile
  • Pile Cap
  • Pier Shaft Work
  • Pier V Works
  • Box Girder

Konstruksinya terdiri dari 3 bagian yaitu causeway, approach bridge dan main bridge. Dari total panjang jembatan sejauh 5.438 m terdiri dari causeway sisi Surabaya 1.458 m, causeway sisi Madura 1.818 m. Bentang tengah panjang keseluruhan mencapai 2.162 m terdiri dari dua approach bridge masing-masing 672 m dan main bridge sepanjang 818 m. Panjang jalan pendekat di sisi Surabaya mencapai 4,35 km dan di sisi Madura 11,50 km. = 14,85 Km.
Penghubung pulau yang memakan biaya hingga Rp4,5 triliun ini menyediakan akses khusus sepeda motor. Letaknya di sisi kanan dan kiri jembatan dengan lebar masing-masing 3,05 meter. Total lebar jembatan mencapai 30 meter (2 x 15 meter). Di tiap jalur (arah Surabaya maupun arah Madura) akan ada jalur lambat masing-masing berukuran 2,2 meter. Kemudian, di tiap jalur akan ada dua jalur cepat yang masing-masing selebar 3,5 meter.


*) Mahasiswa Program Masgister Teknik Sipil Minat Manajemen Konstruksi Fakultas Teknik 
    Universitas Brawijaya angk. 2012
**) Sumber : Dari Berbagai Sumber Di Internet

Minggu, 29 Juli 2012

Pendahuluan : STUDI PENERAPAN MANAJEMEN KONSTRUKSI PADA PROYEK PEMBANGUNAN BANDARA (Studi Kasus : Bandara International Lombok)


STUDI PENERAPAN MANAJEMEN KONSTRUKSI
PADA PROYEK PEMBANGUNAN BANDARA
(Studi Kasus : Bandara International Lombok) *)

Hamdi M**) 

A.    Latar Belakang
Dalam menunjang perkembangan suatu daerah, banyak  faktor-faktor yang perlu dibenahi baik itu berupa sarana maupun prasarana pendukung. Salah satu faktor penunjang suatu perkembangan suatu daerah adalah keberadaan sistem transportasi yang memadai yang dapat mendukung mobilisasi penduduk.
Bandar udara merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Bandar udara berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari transportasi udara ke transportasi darat atau sebaliknya. Meningkatkan pergerakan penumpang dan barang diharapkan dapat menciptakan peningkatan perekonomian. Karena alasan itulah pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merancang dan mewujudkan pembangunan Bandar udara baru bertaraf internasional sebagai pengganti Bandara Selaparang yang perlu ditingkatkan kapasitasnya.
Salah satu mega proyek yang ada di Nusa Tenggara Barat ini dipandang sangat strategis akan mampu mendongkrak perekonomian di Nusa Tenggara Barat karena potensi pariwisata di pulau Lombok memiliki prospek yang menjanjikan di masa mendatang. Pembangunan Bandara International Lombok ini juga merupakan salah satu alternatif untuk mempermudah akses wisata menuju pulau Lombok dan sekitarnya. Alasan lain dibangunnya Bandara International Lombok adalah rencana dijadikan embarkasi calon jamaah haji wilayah Bali–Nusra.
Pembangunan Bandara International Lombok yang lokasinya di Desa Tanak Awu kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Provinsi NTB mulai dibangun pada bulan November 2005 dan selesai tahun 2011. Pada tahap rencana pembangunan Bandara International Lombok direncanakan rampung 4 (empat) tahun, yaitu sampai tahun 2009. Namun dalam pelaksanaan mega proyek ini menghadapi keterlambatan 2 (dua) tahun dari target waktu yang direncanakan, dimana Bandara International Lombok dinyatakan selesai pada bulan November 2011 dengan pembengkakan biaya lebih dari 40 % dari total biaya yang direncananakan.
Dalam pelaksanaan proyek konstruksi tidak terlepas dari kendala ataupun kegagalan konstruksi. Terjadinya keterlambatan pada proyek Bandara International Lombok ini yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor yang bersifat teknis maupun non teknis. Kegagalan konstruksi dapat disebabkan oleh rendahnya kinerja ataupun produktiftas para tenaga kerja dan juga perencanaan proyek yang kurang matang. Walaupun kegagalan tersebut tidak dapat dilihat secara nyata, namun jika berlangsung dengan intensitas yang besar dan terus-menerus maka kegagalan tersebut dapat terakumulasi dan dampaknya akan terlihat pada akhir proyek, misalnya saja keterlambatan pengerjaan proyek dari jadwal yang direncanakan dan penambahan anggaran biaya dari yang semula direncanakan. Segala sesuatu di dalam suatu proyek yang tidak menambah nilai, sebaliknya menambah biaya disebut dengan pemborosan (waste).
Ketidakproduktifan inilah yang pada akhirnya tidak dapat memberi nilai tambah pada produk akhir atau lebih dikenal dengan istilah Non Value-Adding Activities, yang di dalam dunia konstruksi disebut sebagai waste. Faktor lain yang menyebabkan adanya Non Value-Adding Activities adalah ketidakefektifan oleh beberapa faktor yang terlibat dalam pelaksanaan proyek, yaitu dikenal dengan istilah 5M (Man, Money, Method, Machine, and  Material), sehingga dapat memicu keterlambatan dalam penyelesaian proyek. Tidak adanya perencanaan yang baik dan terstruktur juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada terlambatnya proses konstruksi, yang selanjutnya dapat berakibat pada berkurangnya kepercayaan masyarakat, dalam hal ini adalah owner terhadap kinerja dari penyedia jasa konstruksi.
Setiap proyek konstruksi pada umumnya mempunyai rencana pelaksanaan dan jadwal pelaksanaan yang tertentu, kapan pelaksanaan proyek tersebut harus dimulai, kapan harus diselesaikan, bagaimana proyek tersebut akan dikerjakan, serta bagaimana penyediaan sumber dayanya. Pembuatan rencana suatu proyek konstruksi selalu mengacu pada perkiraan yang ada pada saat rencana pembangunan tersebut dibuat, karena itu masalah dapat timbul apabila ada ketidaksesuaian antara rencana yang telah dibuat dengan pelaksanaannya. Sehingga dampak yang sering terjadi adalah keterlambatan waktu pelaksanaan proyek yang dapat juga disertai dengan meningkatnya biaya pelaksanaan proyek tersebut.
Menurut Andi et al. (2003), secara umum faktor-faktor yang potensial untuk mempengaruhi waktu pelaksanaan konstruksi terdiri dari tujuh kategori,  yaitu tenaga kerja, bahan (material), peralatan (equipment), karakteristik tempat  (site characteristics), manajerial (managerial), keuangan (financial), faktor-faktor lainnya antara lain intensitas curah hujan, kondisi ekonomi, dan kecelakaan kerja. Sedangkan menurut Proboyo (1999), secara umum keterlambatan proyek sering terjadi karena adanya perubahan perencanaan selama proses pelaksanaan, manajerial yang buruk dalam organisasi kontraktor, rencana kerja yang tidak tersusun dengan baik/terpadu, gambar dan spesifikasi yang tidak lengkap, ataupun kegagalan kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan.
Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya dilaksanakan satu kali dan umumnya memiliki jangka waktu yang pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek dibedakan atas hubungan fungsional dan hubungan kerja.
Untuk melaksanakan sebuah proyek konstruksi diperlukan pengelolaan proyek konstruksi yang baik, sehingga kegagalan yang sifatnya teknis pada biaya, waktu, dan kualitas pekerjaan proyek dapat diatasi. Salah satu metode pengelolaan yang dapat diterapkan adalah Manajemen Konstruksi. Manajemen konstruksi adalah suatu ilmu manajemen yang terdiri dari 3 (tiga) fungsi utama, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (construction/ implementing), dan pengendalian (controlling) yang terintegrasi sebagai suatu sistem yang harus dilakukan, untuk mencapai sasaran dari suatu proyek yaitu biaya (cost), waktu (time), dan mutu (quality) agar sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. (Imam Soeharto, 1995).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian tesis yang berjudul : Studi Penerapan Manajemen Konstruksi Pada Proyek Pembangunan Bandara (Studi Kasus : Bandara International Lombok)”


*) Judul Tesis
**) Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil Pada Fakultas Teknik Universitas Brawijaya - Malang angkatan 2011